ReeAn GaLl3rY

"SelamAt dAtang di Gallery reean utChia"
Di sini K_lian Bisa nYarI apA Ja.....T'srah K_lian D..!!
Klo dA Comment mEngenAi bLogkU iNi,jGn raGu Yau...


Dunia Pendidikan Butuh Inovasi

Selasa, 23 Desember 2008

TEMPO Interaktif, San Francisco: @page { size: 8.5in 11in; margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } --> Craig Barrett, bos raja prosesor dunia, Intel, mengatakan dunia pendidikan saat ini butuh sentuhan inovasi. Alasan Barrett, dia telah mengunjungi 30 negara lebih dan melihat bahwa perlu sentuhan teknologi agar pendidikan menjadi lebih baik. Barrett mengatakan saat ini 85 persen penduduk usia produktif saat ini hidup di negara berkembang dan dia melihat perlu hadirnya inovasi baru.

"Inovasi itu membutuhkan tiga hal, yakni orang yang pintar, ide yang pintar, dan kolaborasi dari berbagai pihak," kata Barret dalam pidato bertajuk "Inspiring Innovation" dalam pembukaan Intel Development Forum di Moscone Center, San Fransisco, California, Amerika Serikat, Selasa (19/8/2008) waktu Amerika Serikat. Tempo mendapat kesempatan untuk menghadiri forum yang digelar selama tiga hari yang dihadiri puluhan ribu orang. Mereka terdiri atas para analis, ahli komputer, pengusaha, wakil pemerintahan, dan wartawan internasional itu membahas berbagai perkembangan teknologi informasi mutakhir.

Kelas masa depan di mata Barret bukan cuma berisi laptop dan mesin proyektor yang menampilkan pelajaran di papan tulis. Untuk menunjukkan kelas masa depan itu Barrett berbagi panggung dengan Johnny Lee, yang baru saja meraih Ph.D. di bidang Human-Computer Interaction dari Carnegie-Mellon University. Lee menjelaskan bagaimana papan tulis sekolah, kendali jarak jauh Nintendo Wii (Wiimote), dan pena digital bermata infra merah telah mengilhaminya untuk menciptakan sebuah ruang kelas yang interaktif.

Dia menunjukkan bagaimana dengan biaya murah, seorang pendidik dapat membuat mengajar dengan papan tulis menjadi interaktif dan menarik. Karena Wiimote melacak sumber infra meerah, alat itu dapat "menemukan" pena digital. Dengan demikian, seorang guru dapat memakai pena digital itu untuk menampilkan pelajarannya dengan bantuan proyektor, yang memproyeksikan tampilan aplikasi yang dijalankan di komputer.

Teknologi Pengobatan Katarak

Katarak merupakan kondisi mata dimana lensa mata yang berwarna bening menjadi buram, yang menghalangi cahaya memasuki mata sehingga penglihatan terganggu. Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai hal. Terkena sinar UV berlebihan, penggunaan suatu jenis obat-obatan terlalu lama, efek samping dari diabetes, darah tinggi serta usia tua menjadi salah satu penyebab katarak. Adapu kemungkinan katarak timbul di usia muda, misalnya sejak lahir atau akibat dari kecelakaan.

Teknik operasi paling umum dan canggih untuk katarak adalah phacoemulsification. Di Singapore National Eye Center (SNEC), 91.5% operasi katarak dilakukan dengan cara phacoemulsification. Pada phacoemulsification, sebuah alat yang dikendalikan oleh ultra sound digunakan untuk membentuk emusi dan mengeluarkan lensa katarak melalui pembukaan kecil seukuran 1.8mm. Alat yang digunakan dengan tangan ini memiliki ujung metalik, yang bergetar dalam kecepatan tinggi. Alat yang mengendalikan getaran ini merupakan sebuah mesin yang mengontrol masuknya aliran cairan ke mata. Keseluruhan sistem ini penting untuk membuat mata stabil dan cukup lembab sehingga sang dokter bisa membedah dengan aman dan efisien.

Setelah katarak mata dikeluarkan, lensa pengganti buatan, Artificial Intraocular Lens (IOL) ditanamkan ke mata. Panjangnya sekitar 12.5mm. Lensa buatan ini dimasukkan dan akan selamanya berada di mata. Dengan teknologi IOL sebelumnya, pasien katarak dipaksa memakai kacamata tebal atau lensa kontak seusai operasi. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, telah berkembang teknologi terbaru dalam desain IOL. Kini, sebagian besar IOL dalam phacoemulsification terbuat dari silikon atau akrilik sehingga lensa IOL menjadi lentur. Karena itulah, dengan mudah dapat digulung atau dilipat ketika dimasukkan ke dalam mata. Prosesnya relatif cepat karena tidak mengharuskan mata dijahit, tingkat ketidaknyamanannya rendah, proses penyembuhan cepat bahkan terdapat kemungkinan untuk tidak memakai kacamata lagi.

oleh Dr Sharifah Zainah Alsagoff
MBBS, MMed (Ophthalmology), FRCS (Ed)
Consultant and Deputy Head
Cataract and Comprehensive Ophthalmology Service, Singapore National Eye Centre

© FlyFreeForHealth 2008

Media Penyimpanan Metan

Hong-Chai Zhou dan rekan-rekannya melaporkan hasil penelitian tentang pengembangan bahan yang mirip dengan spons dan mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk menyimpan metan. Bahan tersebut mampu menampung hampir sepertiga lebih banyak dibandingkan dengan target yang ditetapkan departemen energi Amerika Serikat bagi kendaraan bermotor berbahan bakar metan. Laporan itu rencananya akan diterbitkan di jurnal American Chemical Society pada 23 Januari 2008.

Para peneliti tersebut menjelaskan kurang efektif, ekonomis dan amannya sistem penyimpanan gas metan di dalam kendaraan bermotor menjadikan penyebab utama kendaraan bermotor berbahan bakar metan tidak bisa bersaing dengan kendaraan konvensional.

Laporan tersebut menjelaskan mengenai pengembangan MOF jenis baru, yang disebut dengan PCN-14 dan memiliki luasan permukaan yang tinggi, lebih dari 2000 meter persegi per gram. Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa bahan yang terbentuk dari sangkar di dalam cluster-cluster berskala nano, mempunyai kemampuan menyimpan gas metan 28% lebih tinggi dibandingkan target departemen energi Amerika Serikat.

Saat ini media penyimpanan gas metan menggunakan bahan kristalin yang berpori-pori banyak dan disebut dengan metal-organic frameworks (MOFs). Tetapi tidak satupun bahan tersebut yang mencapai target departemen energi Amerika Serikat.

Pendidikan Indonesia Terbaik di Dunia??

Senin, 22 Desember 2008

Pendidikan terbaik di dunia? Bukan Harvard, bukan Amerika, juga bukan Inggris, apalagi Indonesia — melainkan Finlandia, negeri yang paling tidak korup di muka bumi ini. Hebatnya, Finlandia tak cuma jagoan mendidik anak-anak “normal,” tapi juga unggul dalam pendidikan bagi anak-anak yang lemah mental. Pendek kata, Finlandia berhasil membuat seluruh anak didiknya cerdas — tak peduli yang normal atau yang lemah mental.

Finlandia mengalahkan 40 negara lain di dunia berdasar survei PISA yang dilakukan oleh OECD tahun 2003. Tes komprehensif dilakukan melalui pengukuran kemampuan mathematics, reading, science, dan problem solving yang nantinya ditujukan untuk peningkatan kualitas sistem pendidikan. Tes ini dilakukan per tiga tahun — tes terakhir dilakukan pada tahun 2006 dan hasilnya baru akan keluar akhir 2007. Mau tahu di mana posisi Indonesia?

Perolehan Skor

Mathematics (rata-rata 484,84)

  • Hong Kong-China (550,38)
  • Finlandia (544,29)
  • Korea Selatan (542,23)
  • Belanda (537,82)
  • Liechenstein (535,80)
  • …..
  • …..
  • Brazil (356,02)
  • Tunisia (358,73)
  • Indonesia (360,16)
  • Mexico (385,22)
  • Thailand (416,98)

Reading (rata-rata 480,22)

  • Finlandia (543,46)
  • Korea Selatan (534,09)
  • Kanada (527,91)
  • Australia (525,43)
  • Liechtenstein (525,08)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (374,62)
  • Indonesia (381,59)
  • Mexico (399,72)
  • Brazil (402,80)
  • Serbia (411,74)

Science (rata-rata 487,77)

  • Finlandia (548,23)
  • Jepang (547,64)
  • Hong Kong-China (539,50)
  • Korea Selatan (538,43)
  • Liechtenstein (525,18)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (384,68)
  • Brazil (389,62)
  • Indonesia (395,04)
  • Mexico (404,90)
  • Thailand (429,06)

Problem Solving (rata-rata 485,20)

  • Korea Selatan (550,43)
  • Hong Kong-China (547,89)
  • Finlandia (547,61)
  • Jepang (547,28)
  • Selandia Baru (532,79)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (344,74)
  • Indonesia (361,42)
  • Brazil (370,93)
  • Meksiko (384,39)
  • Turki (407,53)

Skor Total (rata-rata 484,51)

  • Finlandia (545,90)
  • Korea Selatan (541,29)
  • Hong Kong-China (536,83)
  • Jepang (531,79)
  • Liechtenstein (528,87)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (365,69)
  • Indonesia (374,55)
  • Brazil (379,84)
  • Meksiko (393,56)
  • Thailand (422,73)

Resep Sukses Finlandia

Dari segi anggaran, Finlandia agak sedikit lebih tinggi dari negara lain — walau bukan yang tertinggi. Kegiatan sekolah juga hanya 30 jam per minggu. Tapi guru-guru di Finlandia adalah pilihan dengan kualitas terbaik. Untuk menjadi guru jauh lebih ketat persaingannya ketimbang melamar Fakultas Hukum atau Kedokteran. Guru juga diberi kebebasan dalam kurikulum, text-book, hingga metode pengajaran dan evaluasi.

Sistem pendidikan Finlandia memang unik. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi dibuat untuk tujuan-tujuan yang harus dicapai. Penekanan ada di proses, bukan hasil. PR dan ujian tak musti dikerjakan dengan sempurna — yang penting murid menunjukkan adanya usaha. Ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa.

Sejak awal, murid diajari bertanggung jawab mengevaluasi dirinya sendiri. Mereka didorong untuk bekerja secara independen. Guru tidak mesti selalu mengontrol mereka. Proses pembelajaran berjalan dua arah. Suasana sekolah boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel, dan menyenangkan. Namun efektif.

Guru juga tak pernah mengkritik murid yang justru dinilai membuat murid malu dan menghambat proses pembelajaran itu sendiri. Murid “boleh” berbuat kesalahan, namun guru akan memintanya untuk membandingkan dengan hasil sebelumnya. Memang tak ada sistem ranking di sini sehingga siswa merasa confident dan nyaman terhadap dirinya. Ranking dipandang hanya membuat guru berfokus pada murid-murid terbaik saja, bukan ke seluruh murid.

Finlandia sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Di Finlandia, perbedaan antara murid berprestasi baik dan murid yang kurang sangatlah kecil. Kata seorang guru di Finlandia, “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang murid, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!”

Sedangkan di Indonesia malah ada sejumlah guru dan kepala sekolah yang dengan bangga tidak menaikkelaskan anak didiknya. Gagal mendidik kok bangga.

Pendidikan di Indonesia

Menikmati pendidikan belasan tahun di Indonesia membuat saya miris. Penilaian berorientasi hasil, bukan proses. Pembinaan mengabaikan EQ dan SQ. Isinya hafalan, cara cepat membabat soal, dan “ilmu” yang ketika diingat malah makin membuat lupa — tanpa penekanan soal pemikiran kritis dan pembentukan sikap mental positif. Trilogi dasar aspek pendidikan kognitif-psikomotor-afektif (sengaja?) diabaikan.

Di Indonesia, kualitas guru di Indonesia juga masih (maaf) memprihatinkan. Lulusan sekolah menengah yang jempolan biasanya lari ke tempat yang mentereng: Ilmu Kedokteran, Teknik, Ekonomi, dan sebagainya. Praktis, mereka yang masuk Ilmu Pendidikan adalah “sisa” yang gagal bersaing masuk ke jurusan elit.

Contoh lain adalah UAN yang baru saja lewat beberapa waktu lalu. Sesuai PP 19/2005, UAN adalah indikator kelulusan. Namun banyak yang menilai UAN tak bermanfaat karena hanya mengkondisikan penyelewengan — demi anak didik dan sekolah terangkat citranya. Guru, kepala sekolah, dan bahkan pejabat daerah terlibat jadi tim sukses. Passing grade ditetapkan, tapi sarana, prasarana, dan sumberdaya belum terkondisikan. Begitu hasil jeblok, segala cara agar murid lulus, bukan dengan introspeksi. We want to look good, but didn’t want to be really good.

Sebagian menyayangkan jerih payah tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga hari. Banyak murid cerdas diterima SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, tapi gagal dalam UAN. Murid cerdas justru terbebani mentalnya. Apalagi, andaikata tak lulus, mereka musti mengulang Paket C yang prestisenya kalah jauh. Dorongan belajar pada akhirnya justru sulit dibangkitkan dan hasil maksimal mustahil diperoleh.

Di sisi lain, kualitas pendidikan memang sedemikian rendahnya. Dengan passing grade yang cukup rendah dibanding negara tetangga, masih banyak juga yang tidak lulus. Ketika ada wacana untuk menaikkan standar, protes di sana-sini. Solusinya? Mungkin kembalikan saja ke sistem Ebtanas lama yang dirasa lebih “fair” dan tidak mengundang banyak masalah — sembari menunggu format UAN yang benar-benar pas buat negeri ini.

Atau, sebelum UAN, misalnya sekolah mengadakan seleksi intern sehingga hanya benar-benar murid yang siap yang bisa mengikuti UAN. Atau, UAN dilakukan dengan beberapa passing grade: yang nilainya sekian bisa mendaftar S1, yang sekian hanya bisa mendaftar diploma, yang kurang bisa mengulang tahun depan. Di Singapura, hanya murid tertentu yang qualified yang bisa lanjut S1, sementara sisanya masuk ke program diploma/poltek (atau TAFE kalau di Australia).

Atau, mencontek di negara maju, murid yang lulus UAN mendapat ijasah UAN, sementara yang tidak hanya memperoleh ijasah sekolah atau tanda tamat belajar. Di Inggris misalnya, setelah pendidikan wajib 16 tahun, murid bisa langsung kerja atau ambil A-Level selama dua tahun untuk persiapan kuliah. Di akhir program ada tes nasional dimana murid yang mendapat nilai A pada mata pelajaran utama bisa langsung masuk universitas favorit seperti Oxford, Cambridge, Imperial College, dan sebagainya.

Yang jelas, jika KBK/KTSP diterapkan, kita semua musti konsisten. Evaluasi harus berdasarkan proses. UAN tak perlu dipaksakan sebagai penentu kelulusan. Tapi sejauh mana kesiapan kita (terutama di daerah) untuk menerapkannya? Itu PR kita bersama.

Conclusion

Asumsikan 1 persen dari jumlah warga negara adalah jenius, maka “seharusnya” ada 2,2 juta orang berbakat di Indonesia. Masalahnya, bagaimana menemukan mereka, mengasah mereka, memberi mereka kesempatan, supaya mereka bisa mengembangkan potensinya. Indonesia bagus di fisika dan matematika. Indonesia juga jagoan badminton. Ada juga Crhisjon yang jago tinju. Ada juga anak pedagang rokok yang meraih juara dunia catur. Ada juga yang bisa menemukan ion motion control di elektrolit. Patut disayangkan mengapa pemerintah masih cuek dan belum piawai dalam mengasah intan mutu manikam.

Hipotesis sementara saya, pendidikan informal (dalam hal ini keluarga) masih jadi unsur terpenting untuk membentuk pribadi yang unggulan selama pemerintah belum mampu membangun sistem pendidikan yang benar-benar mumpuni. Keluarga jugalah yang jadi benteng melawan budaya instan dan pengaruh negatif lingkungan. Dan hipotesis alternatif saya, murid-murid SMP-SMA tak seburuk yang ditulis di media. Pengaruh 18.00-21.00 yang jauh lebih kuat daripada masa studi 7.00-13.00 juga jadi salah satu faktor yang mendistorsi kualitas mereka sebenarnya. Wajar kalau di Finlandia, sewaktu istirahat para guru dan muridnya bermain LEGO robotic. Sementara di Indonesia, murid-murid lebih suka ngerokok, pacaran, atau tawuran sewaktu istirahat.

Anyway, sekadar cerita di sebuah rumah sakit umum di Los Angeles, ada dua kamar bersalin yang saling bersebelahan. Yang satu adalah kamar VIP sementara kamar di sebelahnya kelas ekonomi dimana pasiennya negro. Hebatnya, semua diperlakukan dengan standar yang sama. Dokter dan suster melayani dengan tulus, menyambut kelahiran dengan bahagia, dan langsung menguruskan dokumen kelahirannya. Pemerintah federal juga memberikan susu dan makanan bayi selama 3 tahun. Kata mereka, “orang tuanya sih boleh miskin dan uneducated, tapi si jabang bayi ini nggak boleh miskin dan nggak boleh uneducated.”

Sabtu, 20 Desember 2008

Jakarta - Pemanfaatan teknologi komputer sudah merambah ke bidang kesehatan, salah satunya untuk pembedahan tulang. Dalam perkembangan pemanfaatan teknologi terbaru, dokter yang melakukan operasi kini dipermudah dengan suatu sistem yang berfungsi sebagai pemberi arah layaknya GPS (Global Positioning System).

cas.jpg Teknologi ini disebut Computer Assisted Surgery (CAS). Yang merupakan suatu prosedur penggunaan sistem komputer dalam operasi guna memberikan navigasi terhadap ahli bedah.

Penggunaan CAS saat ini masih lebih ditujukan untuk bedah tulang (Orthopaedic), sehingga dalam operasi alat ini membantu ahli bedah dengan penciptaan dan tampilan gambar (navigasi) yang menunjukkan komponen-komponen antara tulang dan ligamen dari persendian yang akan atau sedang diganti.

Dr. Nicolaas C. Budhiparama, Jr.F.I.C.S, seorang ahli bedah mengatakan, hasil operasi tulang yang dilakukan dengan bantuan CAS mempunyai tingkat keakuratan dan presisi yang lebih baik dibanding cara operasi secara konvensional.

“Operasi Total Knee Replacement (penggantian lutut secara menyeluruh-red) merupakan salah satu operasi tersulit, sehingga membutuhkan kemampuan komputer sebagai pemandu untuk hasil yang lebih baik,” ujar Dr. Nico, saat acara media workshop CAS di Rumah Sakit Medistra Jakarta, Selasa (21/8/2007).

Sehingga dengan alat ini, para ahli bedah dapat dengan segera mengambil keputusan untuk melakukan tindakan berdasarkan yang ditunjukkan oleh sistem ini dari sisi arah, posisi anatomi, deviasi yang ada dan kedudukan implan terhadap tulang. Hal ini serupa dengan sistem pencari arah (GPS) yang terdapat pada kapal atau mobil yang dapat memberikan data sehingga pengemudi dapat menentukan arahnya.

Dr Nico mengatakan, keberadaan CAS sendiri hanya ada di beberapa negara di dunia, salah satunya adalah di Singapura. Sedangkan untuk Indonesia, lanjutnya, secara resmi baru saja diperkenalkan hari ini (21/8/2007) namun sebenarnya metode tersebut sudah beberapa kali diterapkan ke pasien hanya saja belum dipublikasikan.

“Penerapan CAS itu tidak gampang, perlu pelatihan khusus dan si dokter pun harus interest dengan teknologi. Tapi manfaatnya, menguntungkan bagi pasien dan si dokter sendiri,” imbuhnya.

Powered By Blogger

reean utchia - Diseño de A. Zambrana, adaptando una plantilla de Blog and Web